Bahasa Ambon

Bung deng usi, bahasa adalah jati diri kebudayaan sebuah masyarakat. Di Indonesia ada banyak bahasa yang berbeda-beda (Jawa, Sunda, Batak, dll.). Bahasa-bahasa itu tidak pernah dianggap sebagai bahasa Indonesia yang diucapkan dengan cara berbeda (logat). Mereka adalah bahasa tersendiri, berbeda dari bahasa Indonesia. Oleh karena itu, ada kajian linguistik, sejarah, sosial, dll., yang dilakukan secara serius terhadap bahasa-bahasa tersebut. Ada usaha-usaha pelestarian yang dilakukan secara sengaja untuk menjaga bahasa-bahasa tersebut dari kepunahan. Bahkan ada kamus-kamus yang disusun untuk pengenalan bahasa-bahasa itu.

Apa yang terjadi dengan bahasa Ambon? Hingga hari ini hampir tidak ada kajian socio-linguistik, tidak ada kamus, tidak ada riset-riset yang serius yang didedikasikan secara khusus untuk mendalami bahasa Ambon. Hal ini kanapa terjadi? Sederhana saja, karena katong samua seng pernah anggap bahasa Ambon itu bahasa tersendiri. Katong samua sudah dicekoki dengan pemikiran bahwa bahasa Ambon adalah bahasa Indonesia yg diucapkan dengan cara berbeda. Oleh karena itu, katong merasa tidak perlu utk dalami bahasa Ambon, cukup saja kajian-kajian bahasa Indonesia. Kepentingan bahasa Indonesia sudah berada jauh di atas bahkan menutupi kepentingan bahasa Ambon. Kepentingan pengembangan dan pelestarian budaya Ambon secara khusus akhirnya tenggelam dengan kepentingan nasional.

Ini bukan bilang bahwa kepentingan nasional seng penting. Tapi, orang Jawa contohnya masih tetap bisa dengan bangga menjadi orang Indonesia dan menganggap bahwa bahasa mereka berbeda dari bahasa Indonesia. Kepentingan pelestarian dan kajian budaya lokal mereka tidak tenggelam dalam kepentingan nasional. Orang Batak pun demikian.

Orang Ambon juga musti bagitu. Jang sampe katong pung keunikan budaya lokal tenggelam dalam kepentingan nasional. Bhineka tunggal ika itu artinya berbeda-beda tapi satu, dan bukan berbeda-beda tapi ditenggelamkan (dihancurkan keunikan masing-masing) untuk menjadi satu.